image05 image06 image07

Jumat, 20 Juni 2014

Tagged under: ,

DIA BUKAN TAKDIRKU

By Silviana Dini X MIA 6

GUBRAAKK..!!
    “Aauuww…sakit !! Mas ini jahat banget sih jadi cowok !” seorang gadis kecil meraung kesakitan dan berlari dengan kaki yang terluka. Air mata yang menggenangi matanya ikut serta mengiringi kepergiannya meninggalkan dua lelaki yang sedang duduk bersantai didepan rumahnya. Namun, lain halnya dengan seorang lelaki  yang merupakan penyebab jatuhnya sang gadis kecil itu. Tawa yang keluar dan terdengar sang gadis itu sangat terasa menyakitkan hati yang masih lugu itu.
    Sesampainya di rumah, gadis kecil bernama Anti ini masih saja mengomel dan mengumpat-umpat untuk lelaki yang bernama Ebi tadi. Dia merasa kebencian Ebi kepada dirinya telah memuncak dengan kejadian yang dialaminya tadi. Namun entah apa yang menyebabkan Ebi sebegitu benci kepada dirinya.
    Hari demi hari, bulan demi bulan, hingga tahun pun juga telah berganti. Keadaan yang diselimuti embun kebencian tak kunjung mereda. Kebencian Ebi pada Anti dan begitu sebaliknya justru semakin terasa seiring perkembangan mereka menuju usia remaja.

7 tahun kemudian….
    “Gak terasa ya, anakmu sebentar lagi mau masuk SMA !”
    “Ya, padahal baru saja dia masuk SMP,”
    “He’em, ngomong-ngomong anakmu mau masuk SMA mana ?”
    “Tak suruh nyoba di SMA 1, sekolah anakmu. Tapi aku takut kalau gak diterima soalnya nilai UN-nya kecil,”
    “ Memang nilainya berapa ?”
    “35,40”
    Begitulah perbincangan singkat antara ibu Anti dengan lelaki yang merupakan ayah Ebi. Mereka memang tidak begitu akrab tetapi tidak juga bermusuhan. Namun sayang, hingga usia Anti yang menginjak 16 tahun dan Ebi yang akan menginjak 17 tahun, seperti tak ada sedikit niatan untuk memperbaiki hubungan yang tak pantas untuk dibina sebagai sepasang tetangga.
    Hari pengumuman siswa baru telah tiba . Semua siswa mulai dari SD, SMP hingga SMA berbondong-bondong membeli koran untuk melihat pengumuman. Dan hal itu juga terjadi pada Anti. Dia telah bangun sejak jam 4 pagi. Dia lekas-lekas pergi ke pasar dekat rumahnya dan segera pulang setelah mendapat koran yang ia cari. Setelah sampai di rumah, Anti tak membuang-buang waktu lagi, ia segera mencari namanya di koran tersebut. Begitu mengetahui bahwa ia diterima di SMA yang ia inginkan yaitu SMA 1 Jember, teriakannya membahana mewarnai suasana pagi yang penuh dengan kabut. Tak hanya dirinya yang berbahagia atas keberhasilannya, namun juga kedua orang tuanya.
    “Gimana, An ?” seorang lelaki menyapa dengan begitu ramah kepada Anti. Anti menoleh dengan pandangan dan mimik bahagia.
    “Alhamdulillah saya diterima di SMA 1 Jember, Om !” jawab Anti dengan penuh hormat .
    “Selamat, ya…Kalo berangkat sekolah sama Mas Ebi aja,”
    JEDEEERRR!!!!
    Anti merasa seakan ada yang menancap tepat di jantungnya, bahkan ia susah bernapas. Orang tua Ebi memang tidak mengetahui perihal hubungan antara Ebi dan Anti yang sangat tidak baik. Untuk menjawab pernyataan yang begitu mengejutkan yang tiba-tiba keluar, Anti hanya mampu tersenyum dan kemudian masuk ke rumahnya.
***
    Beberapa hari kemudian setelah MOS yang begitu melelahkan apalagi saat itu adalah bulan puasa, Anti berangkat sekolah dengan langkah gontai menuju seberang rumahnya untuk menunggu angkutan kota. Lima belas menit ia menunggu, tak satu pun angkutan kota yang lewat di depan rumahnya. Perasaan putus asa karena takut terlambat telah menghantui dirinya. Tetapi tiba-tiba….
    Tiiinnn….tiiiinnnn….
    Anti mencari sumber klakson tersebut. Begitu tahu siapa yang membunyikan klakson tersebut, hatinya tiba-tiba bergetar. Bingung terhadap perubahan hatinya saat memandang Ebi, Anti pun hanyut dalam lamunannya.
    “Dik, berangkat sama aku yuk !” Ebi mengajak Anti dengan penuh kelembutaan hingga Anti tambah bingung dengan apa yang sedang terjadi di dunia ini. “Dik, ayo ! Telat lho nanti !” Lagi-lagi Ebi berbicara dengan penuh kelembutan. Tak ingin berlama-lama dalam lamunannya, tanpa banyak bicara ia langsung naik ke sepeda motor Ebi. Di sepanjang perjalanan Ebi kembali seperti semula. Diam tanpa kata.
    “Makasih, Mas !” ucap Anti setelah sampai di depan gerbang sekolah.
    Ebi berlalu begitu saja, tak menanggapi apa yang dikatakan Anti. Dan setelah Ebi berlalu, Anti berucap, “Dasar orang aneh !”

1 semester kemudian…
    Waktu berlalu begitu cepat. Semester yang melelahkan telah dilewati. Ada suatu kejadian yang tak akan pernah bisa dilupakan oleh Anti. Saat ujian semester, Anti duduk tepat dibelakang Ebi. Ia berharap Ebi akan menyapanya seperti beberapa bulan lalu karena sejak saat itu Ebi tak pernah lagi mengajaknya berangkat bersama ataupun hanya sekadar menyapa. Namun apa yang diimpikan Anti hanyalah sekadar impian belaka. Dan entah kenapa sejak saat itu ada rasa untuk memiliki. Saat rasa itu ada, Anti bingung karena selama ini ia tak pernah berdialog walaupun hanya sepatah kata. Ia bingung setengah mati untuk menghilangkan rasa itu, tetapi semakin ia mencoba melupakan, disitulah rasa itu semakin dalam terasa.
***
    “Mas Ebi !”
    “Hei, belum pulang ?”
    “Iya, dari tadi gak ada angkot nih,”
    “Emmm, ya udah bareng aku aja,”
    “Oh, iya dah. Boleh ?”
    “Ya boleh, lah,”
    Singkatnya percakapan antara dua insan tersebut akhirnya berlanjut dengan keheningan diatas sepeda motor Ebi. Namun, tak betah dengan keadaan yang hening, Anti mencoba memulai pembicaraan. “Mas, aku boleh ngomong sesuatu sama kamu gak ?”
    “Boleh, tapi jangan disini. Gimana kalo di rumah makan dekat sini ?”
    “Ehm…boleh deh,”
    Menit-menit berikutnya mereka lewati dengan candaan hangat yang mengiringi mereka menuju rumah makan dekat sekolah. Namun, tiba-tiba…
    Ciiiiiitttt…..Brak!!! Daarrr!!!
    “Woy, tabrak lari. Jangan lari lo, woy !!!” seorang pedagang yang kebetulan lewat mencoba mencegah pengendara sepeda motor yang kabur setelah menabrak sepeda motor Ebi.
    “An…ti…ka…mu…harus ber..ta…han..”
    Ditengah kegelisahan Ebi akan keadaan Anti, Anti mencoba tersenyum untuk meyakinkan Ebi bahwa dirinya baik-baik saja. Namun, dengan luka serius yang dialaminya, sedikitpun kegelisahan Ebi tak dapat terobati dengan senyum yang diciptakan Anti.
    “Ehm…mas, aku gak bisa lama-lama, aku harus pulang. Aku cuma mau bilang kalo aku sayang sama kamu. Maaf aku gak bisa jadi tetangga yang baik buat kamu, aku sayang kamu,”
    Detik berikutnya, Anti telah berpulang ke tempat yang abadi sepanjang masa. Sedangkan Ebi tak sadarkan diri.
***
    “Ebi, kamu ngapain disini ?”
    “Nungguin Anti, Tante !”
    Seminggu sudah Anti berpulang. Rasa tak percaya akan kepergian Anti masih saja membayang-bayangi Ebi. Setiap hari tanpa jeda sehari pun, Ebi selalu bertengger didepan rumah Anti. Ia masih sangat mengharapkan kehadiran Anti walaupun ia tahu itu hal yang sangat mustahil. Ibu Anti hanya bisa menyapa tiap kali Ebi berada didepan rumahnya. Orang tuanya pun bingung bagaimana cara untuk membangkitkan semangat anaknya itu karena sejak saat itu semangat Ebi hilang. Ia benar-benar tidak menyangka jika satu hari yang berkesan dengan Anti harus menjadi hari tersakral didalam hidupnya.
    Tepat di sebulan meninggalnya Anti, Ebi berkunjung ke pusara Anti. Ia merasakan rindu yang teramat sangat hingga ia rela meninggalkan sekolah sebelum bel berdenting. Ia menyusuri rerimbunan pohon yang menyelimuti pusara Anti. “Sekarang aku baru sadar kalo kamu begitu berharga. Aku baru sadar kalo aku juga sangat sayang sama kamu. Kenapa aku harus nyuekin kamu disaat kamu ada buat aku ? Maafin aku, An !” tangan Ebi tertelungkup didepan wajahnya menutupi wajah yang berlinangan air mata.
    Rasa kehilangan yang teramat sangat begitu dalam dirasakan oleh Ebi. Dari semua kenyataan yang ada, mau tidak mau, Ebi harus rela dengan takdir Tuhan yang satu ini. Suatu hal yang mustahil bila Ebi mengahrapkan kehadiran sosok Anti kembali di kehidupannya. Dan inilah hidup. Disaat seseorang ada untuk kita, kita tak pernah menyadari betapa berharganya dia. Namun, ketika orang itu telah menghilang dari kita, saat itulah kita baru tersadar betapa berharganya dia.     

0 komentar:

Posting Komentar